Minggu, 18 Februari 2018

Malam Panjang di Kereta dengan Bayangmu

Ini malam yang panjang saat kutemui bayangmu di kaca kereta, saat derunya membelah sunyi, di jalur tenang menujumu.

Kau yang sedang kutuju, ke arahmu, ke hatimu. Tempat yang membuatku betah berlama-lama menghabiskan waktu. Seperti kemarin, ketika kau berkenan menemaniku menepis kegusaran di lubuk hati.

Bisakah sekali lagi? Atau setidaknya terulang berkali-kali?

Aku ingin kita selamanya. Melewati setiap detik, setiap tarik-embusan napas, setiap kedipan mata, setiap celah sunyi, kita lewati dan tutup bersama dengan canda dan tawa.

Meski aku paham, bahwa tidak semua berjalan seperti yang kita inginkan. Kadang, masalah itu ada. Pasti! Hanya saja kita harus bisa saling menyikapi. Sudahkah kita dewasa? Adalah pertanyaan yang patut kita pikirkan untuk ke depan.

Jika kau masih ragu, sebaiknya katakan sekarang. Biar kubunuh perasaan ini agar tidak terlanjur dalam.
Jika sebaliknya, biar aku terus menujumu sampai di batas waktu.

Laju Kereta Malam,  Februari 2018

KITA

Aku tahu, pada hubungan yang seperti ini mestinya kita tidak sama-sama berharap. Sebab harapan itu kelak bisa merujuk pada dua perkara. Bahagia dan kecewa. Salah satunya pasti kita rasakan.

Sementara kita tidak tahu, bagaimana takdir ke depan. Bagaimana Tuhan merancang semua ini. Entah sampai pertemuan ke berapa kita bisa bersama atau justru hilang bila waktunya tiba.

Dan karena itu, kita perlu kesiapan untuk menghadapi apa-apa yang tidak kita inginkan. Jalan satu-satunya adalah, berhenti berharap. Tapi tetap teguh berdoa. Kita harus percaya, tak ada kesempurnaan lain daripada doa.

Sekarang, biar kita jalani seperti ini. Sampai kita tidak lagi peduli akan takdir, bersatu atau berakhir.

Tangsi, Februari 2018