Sabtu, 09 Februari 2019

Hujanku

Hujanku,
entah bagaimana lagi aku sebut kau
sebab musim selalu sama tiap tahun
nguar bau basah, suara ricih jatuh
hangat dalam dekapmu, lenyapkan
telusup gigil, aku tak pernah beku

Hujanku,
tak ada kemarau di sini
hanya ada tetes-tetes kian deras
genangi lapang hatiku
sanggup tampung berapa pun volume
tak akan meluap, tak akan jadi bencana
percayalah, hujanku!

dan saat orang-orang sibuk
benahi atap rumah, perbaiki tanggul jebol
aku dengan tabah mencintaimu
hujanku, tak peduli sederas apa kau jatuh
hatiku rela basah, demi kau
demi pertemuan kita

Hujanku,
kusanggup terima guyuranmu
sepanjang tahun tanpa henti itu

Magetan, Februari 2019

Menatapmu

Aku menatapmu di remang malam begini
sambil ngoceh tentang harga-harga sembako
sampai tetangga ribut soal biaya sekolah

Kau sama sekali tak berkutik
kaki bersila, genggam cerutu
sesap, kepulkan asap di udara
sejenak berpaling saat anak-anak
berlarian saling kejar disertai teriakan
mamaknya untuk sudahi malam dengan lelap

Lekas-lekas kau kembali menatapku
sedang sedari tadi aku menatapmu
terpukau cara bibirmu mendedah resah
lewat cerutu--buatku ingin lemparnya jauh
agar kau bicarakan saja isi pikirmu

Kini, aku sudah henti ngoceh
lelah tak dapat satu respon darimu
Ayo, bicarakan resahmu, kasih!
Apa guna aku menatapmu bila
tak bisa kau baca betapa berharap aku!

Magetan, Februari 2019