Aku tak pernah bisa mengatakan padanya perihal perasaan yang tiba-tiba datang. Kapan tepatnya, aku pun tak tahu. Semuanya mengalir begitu saja, tanpa rencana, tanpa pernah kusangka bahwa padanya aku akan jatuh cinta.
Waktu seakan membungkam kesaksiannya tentang perkenalan dan perjalanan yang kita lewati hingga sejauh ini. Kita terlenakan oleh rasa. Menciptakan imajinasi lalu mewujudkannya dalam rangkaian kata.
Lalu aku harus berterima kasih pada Tuhan, diletakannya kembali kepercayaanku akan cinta. Kau adalah bagian dari rencana-Nya. Begitulah harusnya aku memaknai perasaan ini. Perasaan karena Tuhan, karena Allah Ta'ala.
Kadang aku menangis, mengingat betapa banyak kasih sayang Allah selama ini. Hanya saja, aku kerap mengabaikannya jika sedang kecewa. Bahkan, nalar ini tertutup untuk memikirkan rencana atau makna apa yang tersembunyi dari setiap peristiwa.
Allah mengajariku banyak hal. Bahwa dalam hidup tidak ada yang sia-sia, kecuali diri kita sendiri yang menyerah. Kecuali, diri kita sendiri yang masih bertahan dalam kesedihan tanpa pernah mau mengusirnya dan pergi mencari keindahan rencana-Nya.
Siapa sesungguhnya yang paling bisa menyakiti kita? Ialah diri sendiri jawabannya. Kitalah obatnya. Kita yang paling paham dengan diri sampai ke hati. Maka jangan mau dikalahkan oleh keegoisan.
Padamu, aku jatuh cinta.
Allah tahu, dan semoga Ia jadikan rasa ini keberkahan. Karena-Nya aku jatuh cinta.
Aku mencintainya karena Allah Ta'ala.
Risiko kecewa akan menyempit jika kupasrahkan semua pada Sang Maha Cinta. Ke mana nantinya perasaan ini bermuara, Allah punya jawabannya, akan kucari tahu dengan menjalani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar