Cerpen Kharisma De Kiyara
Menjelang akhir Agustus 2017, Dori lebih sering gelisah. Dengus napasnya memburu sedemikian cepat, pacu jantungnya bahkan bergeletar hebat. Suti yang menyaksikan kegelisahan kakaknya itu pun kebingungan. Perasaannya juga berkecamuk tak keruan. Akankah nasib yang menimpa kedua orang tuanya juga akan terjadi pada mereka?
Suti dan Dori patut bersyukur sebab keluarga Pak Darmawan yang budiman bersedia mengangkat mereka menjadi bagian dari keluarga. Pak Darmawan menemukan mereka di kebun belakang rumah dalam keadaan mengenaskan, kurus, berwajah muram sebab raut kesedihan, dan lagi mereka yatim piatu. Yang pada saat itu Suti dan Dori tengah bersembunyi sebab dikejar-kejar orang sekampung akibat merusak ladang mereka. Mengambil tetanaman dan dijadikan bahan makanan. Riwayat mereka sampai kelaparan sendiri adalah tak lain karena melarikan diri dari kampung sebelah setelah kematian kedua orangtuanya yang menyakitkan.
Kejadian itu sudah setahun silam, tapi masih melekat di kepala Suti. Dua bulan pertama bahkan setiap malam ia menangis. Sedang Dori lebih sering murung dan ketika malam tiba ia habiskan dengan menatap gemintang yang bertebaran di langit. Matanya begitu takjub, setidaknya keindahan itu yang mampu membuat jiwanya tenang.
Tidak kali ini. Langit malam di bulan Agustus 2017 menjadi begitu kelam. Ketakutan luar biasa menjalar di sekujur ingatan dan hati kakak beradik itu.
"Ayo anak-anak makan yang banyak biar kalian pada gemuk," kata Pak Darmawan setiap harinya.
Pak Darmawan memerhatikan mereka sedemikian rupa. Kebutuhan mereka bahkan terjamin semenjak tinggal bersama keluarga Pak Darmawan. Diasuh dengan asih serta ketulusan yang murni dari hati. Pak Darmawan dan istrinya pun juga bangga memiliki Suti dan Dori, setidaknya mereka punya teman setelah kehilangan kedua anak mereka yang meninggal terseret banjir bandang lima tahun lalu.
Pak Darmawan sendiri hanya bekerja serabutan. Kadang menjadi tukang bangunan, tukang parkir dan tiap kali tetangganya membutuhkan untuk dimintai pertolongan membetulkan perkakas rumah yang rusak, saluran air yang mampet. Dan ia hanya akan memeroleh upah tak lebih banyak dari peluhnya. Beruntung, Bu Darmawan sangat sabar dan telaten. Meski hidup serba kekurangan tetap saja mereka adalah keluarga yang harmonis apalagi semenjak kedatangan Suti dan Dori.
"Aku ingin pergi," kata Dori di suatu malam, minggu ketiga bulan Agustus.
"Kita mau ke mana mas? Kita sudah dirawat bapak dan ibu masak mau pergi gitu aja?"
"Daripada kita mati konyol seperti orangtua kandung kita Suti! Kau mau?"
Mata Dori merah marah. Sejak itu ia tak lagi mau makan pemberian Pak Darmawan. Makanan yang disajikan dibiarkannya utuh di tempat semula. Tak terjamah, sekalipun ia sangat lapar.
"Kau masih mau makan Suti?" delik Dori pada adiknya.
"Aku lapar. Kalau kepalaran kita akan lebih mati konyol! Lebih baik berbuat baik, toh, Allah lah yang telah mengatur semuanya. Jadi, jangan menyiksa diri sendiri. Itu tidak baik! Allah tidak senang!"
"Bukannya kamu juga takut kita akan mati Suti?"
Suti mengangguk mantap. "Benar, aku memang ketakutan. Tapi setelah aku pertimbangkan. Ketakutan itu tak akan membuahkan apa-apa, tak akan menjadikan kehidupan kita semakin baik dan berjalan semau kita. Kodrat kita, takdir telah mengaturnya. So, santai saja!" kata Suti sembari terus mengunyah makanan favoritnya.
***
Berbondong-bondong warga Desa SugihAsri melaksanakannya sholat Id di pelataran masjid Al-Barokah. Tak terkecuali Pak Darmawan, Bu Darmawan, dan kedua kakak beradik Dori serta Suti.
" This time, Suti!" kata Dori usai seluruh warga melaksanakan sholat Idul Adha.
" Bismillah saja mas!"
Pagi itu, Dori dan Suti menyunggingkan senyum mereka melihat Pak Darmawan dan Bu Darmawan juga sedemikian bahagia. Bahwa pada akhirnya, pasangan suami istri itu bisa mengorbankan kedua kambing tersebut atas nama kedua anak mereka yang telah tiada. Kambing yang gemuk dan sehat tentu saja.
"Wah Pak, Bu Darmawan. Ini kambing yang nemu waktu itu ya?" seloroh salah satu warga.
Pak Darmawan mengangguk mantap. "Iya Bu, rezeki. Kita sudah _woro-woro_ ke mana-mana tapi nggak ada yang ngakui. Ya sudah kita rawat saja," jawab Pak Darmawan.
"Alhamdulillah ya, Pak! Tak salah kita merawat dua kambing yang kita temukan waktu itu," ujar Bu Darmawan melihat kepala Suti dan Dori sudah terpenggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar