Rabu, 14 April 2021

SEHANCUR ITU

Kau sudah tahu sehancur apa aku sekarang?
Kata-kata menguap bagai kepul asap yang sekejap menghilang terbawa angin, entah ke mana, barangkali membaur bersama udara dan terhidu hidung-hidung lantas tak ada yang menyadari bahwa di dalamnya mengandung aroma kesedihan.

Kata-kata mengalir bagai arus banjir di kota besar, menerjang apa saja tanpa peduli yang dilaluinya, entah itu bangunan megah, atau itu para lansia atau anak kecil, siapapun yang diilihatnya, tanpa iba dan peduli, arus tetaplah arus, membandang, menghancurkan apa saja. Dan semua panik, berteriak ketakutan, memohon ampun dan keselamatan. Tapi mereka tak tahu, arus itu memiliki rasa pahit yang tak tertawarkan oleh apapun, seperti yang sedang kurasakan kini.

Kata-kata terbang bagai merpati, mengepak sayap ke angkasa, menjelajah seluruh pelosok sampai ke jengkal-jengkalnya. Menemukan rimba, menyalami gedung-gedung tinggi, menemukan gadis kecil terisak di makam ibunya dan merpati itu bertengger manis di pundaknya. Merpati itu merasakan getir air mata yang jatuh dari gadis kecil itu. Ia ingin sekali menghibur tapi tak bisa. Gadis kecil itu menguarkan aroma kematian, barangkali ia sedang menawarkan dirinya untuk dipersembahkan pada malaikat, agar ia dijemput paksa demi bertemu ibunya.

Gadis kecil itu adalah aku
aku yang merangkai kata-kata
aku yang sedang tidak tahu menulis apa

KETIKA KAU PERGI

Ketika kau memutuskan pergi, aku telah menjadi keping kenangan dalam hidupmu, menjadi masa lalu yang layak kau kubur dalam makam ingatanmu.

Ketika kau memutuskan pergi, sedetikpun aku tak menyerah lantas memilih ikut bergegas. Tidak. Hatiku masih berkekasih denganmu, meski kau sudah lain. Doaku masih ada namamu, meski kau tidak mengamini.

Ketika kau memutuskan pergi, mataku tak hentinya bicara sepanjang malam, sepanjang siang, sepanjang pagi, sepanjang sepi. Ia terus bicara tanpa suara, menyesalkanmu yang tak lagi cinta.

Tidak, tidak! Mataku menyesalkan 'aku'

Aku yang telah menyia-nyiakanmu. Lebih kurangku kini tak lagi ada yang mendekap. Tak lagi salam dan sapa hangat. Nyatanya, hal itulah yang kini teramat kurindukan. Teramat sangat ingin kurasakan. 

Aku sudah tidak menginginkan apapun lagi, selain dirimu. Bahkan nyawaku sendiri, aku tidak lagi peduli.
Bodoh memang. Hanya karena perasaan, aku bisa segila ini.

Baca ya, semoga kau bisa merasakan, sehancur apa aku sekarang.

Senin, 12 April 2021

TANGIS

Tangis adalah musuhku
musuh yang belum dapat kukalahkan

Ia senang sekali mengganggu mataku
meski di musim kemarau sekalipun
tak pernah habis pula air yang bersejatuh
seperti ingin membasuh
seperti ingin mengingatkan kembali
dan tak membiarkanku lepas dari ingatan ini

Tangis adalah musuhku
musuh yang entah kapan dapat kupatahkan

Ia tak pernah lelah mengajakku kelahi
bahkan ketika malam hari, ketika sunyi meninggi
dan tak ada suara selain desau angin resah
cericit tikus yang cemas diburu racun
tetap saja, ia datang sebagai lawan
dengan senjatanya yang menyurutkan nyali

Tangis adalah musuhku
aku adalah tangis itu.


Magetan, 2021