Detik itu, usai kehilanganmu, aku menjadi paham bahwa setiap pertemuan kelak akan dipisahkan, bahwa apa yang dimiliki suatu saat akan pergi, entah bagaimana caranya...
Kita tidak pernah menduga atau memperkirakan bagaimana hidup kita di esok hari. Barangkali rencana itu pasti, tapi apa yang terjadi? Sungguh, hidup ini memang sebuah rahasia dan kejut di setiap waktunya.
Hari ini, ketika almari tua tengah kubersihkan, ada beberapa barang yang membawaku kembali menengok ke masa lalu, tepatnya di almanak yang tertera pada barang itu.
Beberapa foto, dompet dan surat rekam medis di detik-detik kepergianmu.
Aku masih ingat, sebelum kau berada di ICU, seseorang memberikanku kertas dalam amplop itu. Kubuka dan kubaca meski tidak memahaminya. Jelas, aku tidak paham isinya, aku bukan anak kesehatan! Yang aku butuhkan saat itu bukanlah kertas dan tetek bengek tulisan atau angka yang tercantum di sana, aku hanya butuh kesadaranmu dan kembali membuka mata, lantas berbicara tentang kisah-kisah yang tak pernah usai di kepalamu. Bukankah kau senang sekali mengenang, Bu? Sama sepertiku, saat ini!
Hari ini, surat rekam medis itu basah di tanganku. Tentu bukan karena keringat. Mata yang sedari tadi terasa panas, dada yang kemudian kian sesak, akhirnya tak sanggup menahan gejolak. Tangisan sunyi.
Ya, tangisan sunyiku kembali mengalir dengan penuh ketenangan. Tanpa ada suara dan siapa bisa dengar? Jawaban pasti hanyalah aku dan Tuhan.
Menyembunyikan kesedihan seperti ini bukanlah keahlianku. Sebab semakin aku bersembunyi, akan semakin mengendap kesedihan itu, menggumpal di tubuhku, di dadaku, di kepalaku, dan akan kian menyiksa diriku sendiri. Maka, tangisan itu kuejakan lewat kata-kata. Kubagikan pada siapa saja yang sedia membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar