Selamat menjemput malam, sebentar lagi senja tenggelam dan bulan menggantikan kedudukan.
Salam untuk kita semua yang senantiasa masih memelihara hati agar tetap terjaga dari rasa sakit akan kenangan masa lalu. Dan salam untukmu yang perlahan hadir, mengisi kesunyianku, painted smile in my face, membuang jauh-jauh kesedihan yang lama kusimpan.
Senja ini, aku ingin sekali berteriak. Memperdengarkan pada alam bahwa hatiku tengah bergejolak. Karena siapa? Jawabannya adalah kau, tentu saja!
Tidak bisa dipungkiri, hal-hal yang pernah terjadi dalam hidup kita akan terus mengikuti. Tapi, bukan berarti kita harus tinggal di masa lalu selamanya bukan? Barangkali singgah sebentar untuk kemudian kembali sadar dan memperbaiki kesalahan.
Aku punya masa lalu, kau pun begitu. Kita menutupnya tanpa bercerita apa-apa. Sekarang, yang terpenting adalah apa yang harus kita lakukan untuk saat ini dan nanti suatu hari.
Tuhan adalah sutradara terbaik. Skenarionya sempurna! Dan kita lakon yang tabah memerankannya.
Kau...
Aku tahu rasa ini pernah menderaku sebelumnya sampai akhirnya aku mengenal apa itu kecewa, berteman air mata dan mencari pelipur dari kehilangan. Beberapa kali, aku coba menenangkan hatiku sendiri saat gelisah. Bermain-main dengan perasaan yang aku sendiri tidak memahaminya atau merasakan kedamaian. Berapa banyak yang singgah tapi tidak untuk menetap. Mereka yang lama-lama bosan dengan sikapku, mereka yang memandang sebelah mata, mereka yang kuabaikan karena tidak ada kenyamanan yang terasa. Atau sekali waktu, aku merasa nyaman dengan seseorang, tapi kemudian aku sadar, bahwa seseorang itu hanya mempermainkanku untuk mengisi kesunyiannya dan aku berhenti mengenalnya. Lalu seseorang itu datang lagi di saat yang tidak tepat, di saat aku mulai melupakannya dan menyimpulkan bahwa aku sama jahatnya seperti dirinya, menghibur diri dengan bermain perasaan.
Kau tahu,
Perasaan ini jarang kumiliki. Kenyamanan pada beberapa orang tidak lantas membuatku merasa berdebar seperti ini. Aku senang melihat namamu tertera di notifikasi pesan whatss app, aku girang saat kau menelepon, aku --apa yang harus kukatakan lagi-- tidak sanggup berkata saat mendengar suaramu. Suara itu, suara yang dari dulu kusukai bahkan saat pertama kali bertemu. Aneh ya, kenapa dari suara itu aku jadi memikirkanmu?
Lalu kau bernyanyi... Memainkan gitar...
Aku memejamkan mata, membayangkan kau ada di sampingku. Menyanyikan lagu untukku. Kau tidak melihat, rasa bahagiaku saat mendengarmu bernyanyi. Kau tidak tahu, air mataku jatuh entah kenapa.
Sebelum ini, berapa banyak pesan dari mereka kubalas demi menghibur sepi. Mengobrol tentang apa saja, tapi lama-lama aku bosan. Perhatian-perhatian yang mereka berikan justru membuatku risih.
Berbeda denganmu. Kita rutin bercerita meski kadang terjeda waktu dan kesibukan. Aku selalu menunggu balasanmu, menanti segala hal tentanmu. Aneh kan? Aku tidak pernah begitu pada yang lain.
Aku tidak malu harus menulis ini bahkan jika kau membacanya. Aku jujur dan semoga tidak ada kesalah-pahaman. Sekarang, aku jadi lebih membatasi diri seperti dulu. Sikapku menjadi kaku pada siapa saja yang tidak kuingini. Aku malas membalas pesan-pesan entah dari siapa itu. Karena satu hal, kau!
Dan ya, aku tahu konsekuensi dari apa yang kurasakan saat ini. Bagaimana pun nantinya, aku sudah pasrah. Sekali lagi Allah adalah sutradaranya. Skenario (baca: rahasia)-Nya sempurna! Kita lakon yang tabah memerankannya.
Magetan, 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar