Rabu, 22 Maret 2017

Tangis Yang Tertinggal


:terminal Nganjuk

De Kiyara
10 Maret 2017

Aku mengelus dada
meremas lara yang mencerabut seluruh bahagia
tatapku asyik mengusik pada usia renta
dengan gigih berlarian bersama deru bis kota

Aku menyeka sudut mata
yang mulai tak sopan menumpahkan cairan
reaksi dari penolakanku pada kisah senja
berpeluhkan asa tak mengapa
asal dapur setia mengepul asap
juga berbau masakan bunda

Dari hatiku yang terdalam
bertahan dengan syukur tak berbatas
kuambil  secercah  harapan 
sekejam  apapun  angin  berhembus
tetap  tak  ada  peru yang  dimuntahkan
tawa  yang  selalu  siang
di  hati  yang  sedingin  pagi

Para  pejuang  mimpi
menghabiskan waktu  bersolek  di  terminal
tanpa  riasan  mewah
apalagi  jas  berkalung dasi
hanya  kaos  disekat celana  usang
dan  baki  penuh  impian
mengharap  Tuhan  kan  nampakkan  janji  idaman

Kamis, 09 Maret 2017

Aku Adalah Hari

Jika menyapa pagi
aku adalah bagian darinya
tetes embun dan genangan rindu
membaur jadi kamu

Jika bertemu siang
aku adalah peluh di kernyit dahi
sebab mentari terik,  atau
aku adalah tetesan dari  langit  kelabu
sebab  presipitasi  hasil  kondensasi

Jika  mencumbu  malam
aku adalah  kekasihnya
sunyi  menuju  dinihari
menjumpai  esok  dengan  debar  jantung
seirama  kini  dan  sebelumnya

Di mana-mana
Entah  saat  kakimu  melangkah  kemana
Tatapmu  terarah  pada  apa  dan  siapa
Tetaplah  aku....
Merasuk  dalam  hari-harimu

(De  Kiyara)
Maret 2017

Manis Bibirmu

Penghalang itu hanyalah jarak
yang membentang antara kota kita
sedang hati jelas tak bersekat
erat mengikat satu rasa

Setiap kali bibirmu merayu
kukecup,  layaknya kusesap madu
dalam secawan angan yang kuramu
rangkaian kata-katamu  ; kuharap
hatimu lah yang mengelakarinya
hingga manis tak akan berlalu
begitu saja

(De Kiyara)
Maret 2017

Untuk Yang Selalu Diam

Adakah hal lain yang bisa kaulakukan?
Selain mengedikkan bahu,  lantas
memalingkan muka dari tatapku

Berbagai macam pertanyaan kulontarkan
bagimu hanya angin lalu,  dan
aku merupa  awan  kelabu

Masih  saja  kau  membisu
terpaku  di  tempatmu  berdiam
bernanung  pada  temaram, sabtu  malam
cerutu  setia  bertengger  di  jemarimu
bibirmu  mengembuskan  jelaga  resah
tandakah  kau  pasrah?

Tak  ada  jawaban  saat  ini
akankah  besok  atau  lusa?
Hingga  lusa  bertemu  kerabat
di  almanak  berikutnya

Yang  bergumintang  enggan  menyapaku
sekali  waktu, ia  mengisyarat iba
pada  memar  di  dada
Ia  jauh  dari  gapai
bersenandung  kala  melihatmu
menyesap  kopi  pahit  di  cangkir  asmara
"Wahai  yang  dipuja  sunyi, lekaslah  bersua
Berikan  sepasang  mata  lentik  itu  asa
Lalu  ia  tak henti  bergeming, bersyukur
atas  doa  yang terkabulkan"

De  Kiyara
Maret 2017

Senin, 06 Maret 2017

Kisah Sabtu Malam

Sepasang terompak usang setia temani langkah
menderap tak tentu arah  ; ikuti hendak kaki bukan hati
seorang gadis yang mengheningkan lara
membutatulikan bahagia
dan benaknya mencipta ruang hampa

Gontai tubuhnya menyisir temaram
melawan arus sungai yang bermuara di utara
entah berapa meter bahkan mil jauhnya  ; tak peduli
ia hanya ingin berkelana
mengikis resah yang menggunduk di dada

Seketika,  tapak kakinya terhenti
di trotoar yang basah  ; licin
menatap langit tak bergumintang
bahkan rembulan bersemburat muram
seirama jiwanya yang terpukul angan

Bibirnya tak henti menggumamkan sajak sembilu
pun ingin melumat memar di hati
menelan,  lalu memuntahkan peru
tubuh melipu, mengigil sebab gerimis
yang ia cipta dari kantung air di mata murni

Tetiba ia terkesiap
membeliakkan cokelat kedua indera pelihat
deru mesin beroda dua beradu cepat
suara klakson melengking memecah senyap
para pemuda beraksi bak Rossi di medan balap

Pikirnya meliar,  sejenak melupa penat sendiri
merenung nasib negeri yang  berkaru
dijajah putra-putra pertiwi  ; sekandung  badan
Bagaimana  tidak? Seharus  mereka  menyingkap  mimpi
justru melumat  dini  hari

Seperti  inikah  calon  pemuka  masa  depan?
Gugur  Wibawa  saat  darahnya  masih  seumur  embun
Ah! Apa-apaan  ia? Gila. Bukan!
Tersesat. Tidak! Sok  sucikah? Berhentilah!
Ia  hanya  mengucap perih  lantas  berlalu  angin

Bangkit!
Ia merajam awan  kelabu
Memeluk lagi mimpi
yang tak  akan  selamanya jadi angan
Gelora  mudanya  menepis  keraguan

-Kharisma  De  Kiyara-
2017

Minggu, 05 Maret 2017

Sebuah Tangisan

Semburat cahaya mentari menerpa riasan wajah
seorang gadis bertudung pekat jelaga
menyiratkan kepiluan dalam sajak kenangan
bibirnya bergetar menyebut asma Tuhan

Lantas senja datang,  memekikkan murka langit
beringsut menyesap kelam, si gadis  merintih
sebab  luka  lama  kembali  menganga
cairan merah menambah perih
matanya terpejam menahan sesak batin

Kala itu,  ia mengadu lara dengan deras
cairan  bening  yang  membanjuri  pipi
tak seorang pun kan  mencuatkan  kira
bahwa aliran itu,  mengurai cerita perih

Yang merasuk bukan hanya gigil
tapi juga ribuan suara memekik nyinyir
telinganya memerah  dan  ulunya  ngilu
senandung  sumbang  diperdengarkan
agar  laranya membaur di  kesunyian

Tetiba gelegar  menyambar-nyambar
mengusik  jiwanya  yang  ringkih
ingin  berlari  menuju  kediaman  tuan
merebahkan  mimpi  yang  tak  lagi  damai
dan  mengubur  lelap  dalam  dekap  Tuhan

Tentang  pilu  yang  ia  gaungkan
dengarkanlah  jerit dari  lubuk  hatinya
tersirat  pada  kedua  kelopak  bundar
yang  membias  rupa  muram
Ia.... Menangis  di  sudut  kota  Magetan

Kharisma De  Kiyara
0317