Separuh purnama telah kau habiskan di pinggir telaga, bertengger rokok di celah bibirmu, secangkir kopi pahit dan kabut membalut tubuh.
Tidak ada hal lain yang kau inginkan selain merayakan sepi dengan bertenang-tenang, menuntaskan amarah dan gelisah, menyaksikan semesta memekarkan bunga-bunga lewat tangisan di sela doa-doa manusia.
Adakah yang lebih tabah darimu? Pikirku saat mengenang kau yang terlalu santai menjalin sepi demi sepi hingga kesendirian bagimu terasa bagai surga dan tak butuh hawa untuk mengobati luka yang sejatinya masihlah basah di dada kau, tapi kau bebat ia dengan kesemogaan dan harapan-harapan kosong. Katamu, penantian.
Ya, bagimu penantian adalah semacam ritual melumat waktu sehingga tiada kata sia-sia. Waktu telah kau miliki seorang diri dengan segala anganmu. Maka, kupikir memang kau adalah orang paling tabah di semesta ini. Memangku doa-doa, menimangnya sayang, mendekap erat cinta yang kekal di dadamu seorang.
Magetan, Juli 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar