Ketika hari yang dinanti telah tiba, saya tergopoh-gopoh mengambil ponsel dan mengaktifkannya.
Alangkah terkejut, 2000 pesan sesak menyumpal di pesan whatsapp, 3000 pesan di blackberry messenger, 3500 pesan di line dan banyak lagi yang membuat memori ponsel saya hanya tersisa seperempat dari yang semestinya.
Sesiapa saja mereka itu yang mengirimkan permintaan maaf dan ucapan selamat merayakan hari Fitri, di antaranya adalah karib kerabat, sahabat dan beberapa orang yang pernah menebarkan luka.
Lalu, bagaimana saya harus membalas satu-persatu pesan kalau banyak begini? Jemari bisa keriting, mata kering, kepala pusing.
Di rumah, datang seseorang membawakan saya sekardus salam dari jauh. "Saya hanya seorang kurir, ini paket anda seberat cintanya terimalah dengan selamat!"
Saya menyunggingkan senyuman termanis pada si kurir, eh bukan, pada paket dari si dia. Setelah saya buka, "Wah, Alhamdulillah bisa buat lebaran!" Camilan rasa-rasa menggugah selera.
Semarak sukaria terdengar di mana-mana. Di sudut-sudut sepi tak saya temui lagi keheningan. Hanya rindu kepada ibu dan ayah yang masih sama. Tapi, kali ini, doa telah menyembuhkan lara. Sebab dalam hati meyakinkan, mereka telah bahagia.
Ketika hari yang dinanti tiba, saya dan keluarga berendeng menuju lapangan selesa di antara kelimunan pengudap bahagia. Saya mencium bau-bau yang tak asing. Bau baju baru yang belum dicuci, mukena baru dan sandal-sandal yang juga baru. Hanya beberapa yang saya lihat mengenakan pakaian sederhana dan tetap semringah menyambut hari raya.
Berjabat tangan kami semua. Melebur kesalahan hingga tersisa kosong. "Kita lahir kembali," kata saya. Mereka menyunggingkan senyum. Saya terharu lantas merindukan ibu yang telah damai di singgasananya sembari membayangkan beliau sedang makan kue nastar kesukaannya.
Kharisma De Kiyara
Magetan, 25 Juni 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar